Tahun ajaran baru masih akan dimulai beberapa bulan
lagi. Namun, kesibukan memilih sekolah yang tepat untuk anak sudah
dimulai bahkan sejak bulan November tahun lalu. Open house sekolah untuk
menarik minat orangtua dan anak bergantian digelar setiap pekan.
Anda sebagai orangtua tentu juga tak ingin sembarangan mencari
sekolah untuk sang buah hati. Pasalnya, memilih sekolah yang tepat,
terutama taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD), merupakan
“investasi jangka panjang” bagi masa depan anak-anak.
Berbagai pilihan pun disuguhkan di depan mata. Kali ini, pilihan tak
cuma soal biaya dan jarak tempuh seperti yang dilakukan orangtua kita
dulu saat kita kecil. Di kota-kota besar, pilihan tak sesederhana itu
lagi meski keduanya juga tetap menjadi faktor pertimbangan utama.
Anda tak lagi hanya mendengar nama sekolah negeri dan sekolah swasta.
Kita semakin sering mendengar ragam sekolah, seperti sekolah unggulan,
sekolah internasional, sekolah berbasis agama, sekolah dengan asrama,
sekolah alam, sekolah bilingual, atau kombinasi antara dua dan tiga
kategori ini. Lantas, mana yang harus dipilih?
Psikolog dan pengamat pendidikan anak, Seto Mulyadi, mengatakan bahwa
saat ini muncul berbagai macam sekolah dengan metode pengajaran yang
beragam pula. Ini membuat pertimbangan orangtua untuk memilih sekolah
tidak lagi sederhana.
Pria yang akrab dipanggil Kak Seto ini mengatakan, ragam sekolah yang
muncul sebenarnya bermaksud mencoba menjawab harapan orangtua yang
tidak terpenuhi dari sekolah publik yang sudah ada sebelumnya. Pada
umumnya, sekolah-sekolah alternatif baru itu menawarkan konsep yang
sama, yaitu mengedepankan kemampuan verbal anak dan mengasah kreatifitas
anak.
Namun, Kak Seto mengingatkan untuk tidak teriming-imingi promosi
program unggulan ini dan itu di suatu sekolah. Menurutnya, di tengah
tawaran-tawaran yang menggiurkan, orangtua harus memegang prinsip ini
dalam mengambil keputusan.
“Para orang tua harus memilih sekolah untuk anak, bukan anak untuk
sekolah. Ini yang utama dan penting bagi orang tua,” kata Kak Seto
kepada Kompas.com, Sabtu (12/1/2013).
Kak Seto mengatakan, orangtua bisa menekan kemungkinan dampak anak
menjadi enggan bersekolah atau school-phobia. Kenali kebutuhan anak Anda
dan carilah sekolah yang membuat anak bisa belajar dengan menyenangkan
dan tidak stres. Anak pun perlu dilibatkan dalam mencari sekolah.
Selain itu, jangan paksakan anak bersekolah bila belum cukup umur.
Seperti dikatakan psikolog anak, Roslina Verauli, pertimbangkan usia
dalam memutuskan anak sudah perlu pendidikan formal atau belum.
Anda mungkin melihat anak sudah lebih cerdas daripada anak seusianya
sehingga merasa perlu menyekolahkannya. Namun, bisa jadi itu bukan
pertimbangan yang baik untuk masa depannya.
(Kompas, 17 Januari 2013)